Minggu, 22 Februari 2009

kata01

Awal september 1993,
Sehembus angin menerbangkan kepulan asap dari bibirku, menggulung-gulung ke udara. Buyar, satu persatu perlahan menyatu dengan kabut yang memenuhi ruang-ruang taman. Pagi ini amat dingin dan masih sunyi, bahkan teramat hening membawaku dalam lamunan yang angkuh, yang menguasai seluruh alam pikirku. Aku duduk di pojok taman rumah melewati malam di sini dengan jaket lusuh bapakku, selusuh aku memikirkannya.

Kenapa Mihardjo adalah bapakku? Dan bukan pembantuku? Peduli amat. Takdir begitu kata orang, sebagai anaknya berarti ia harus membesarkan aku, menyekolahkan aku sampai jadi orang. Berarti dia membantuku menjadi orang yang……berguna bagi nusa dan bangsa begitu kira-kira, jadi bapak atau pembantu sama saja, iya toh. Paling-paling yang membedakan aku masih butuh uang dan tandatangannya untuk segala keperluan. Apa aku sesal? Bukan… bukan, sesuatu dalam benakku tadi mengalir begitu saja, tak terkendali dan mungkin tergelincir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar