Sabtu, 18 Juli 2009

suaraku/suara kita


lewat mimpi aku bisa membuatmu menjadi aku,
lewat ruang itu pula aku bisa menggerakkanmu,
maka jangan kau anggap kita sudah kalah..


lewat mimpi aku bisa mendiktemu,
lewat koridor itu pula aku bisa menyuruhmu,
maka jangan kau anggap kita sudah menyerah...

lewat mimpi aku bisa menyiksamu,
lewat cara ini pula aku bisa berlahan-lahan membunuhmu,
maka jangan kau anggap kita sudah mati...


* * *


wahai dewi malam, biarkankan kami tidur di sepanjang kami bisa bermimpi., ini untuk kartini kami yang masih di pasung di dunia., karena hanya dengan cara itu kami bisa tidur tenang,, tidur di dalam mimpi.


hanya setitik

sahaja wajahmu
memaksa dan menyeretku,
ke dalam lempengan-lempengan rindu,
begitu tajam dan mengirisku,

sahaja wajahmu
menyilaukan langkahku,
sesilau pancaran akan masa lalu,
begitu perih dan menyiksaku

sahaja wajahmu
memberi irama kehancuranku
sehancur pecahan kata
begitu sesak dan membunuhku

* * *

di saat seret,langkah, dan hancur tersemaikan. kuselipkan setitik rindu untukmu tugu mudaku....hanya setitik rindu.

Jumat, 17 Juli 2009

kata 13

[Erika]

Sesaat ingatanku melayang pada suatu masa beberapa tahun silam,sewaktu aku masih akil balik masa-masa dimana orang bilang itu adalah masa remaja yang penuh warna,dinamika dan keceriaan.Terkadang aku sangat ingin menjadi bagian dari dinamika itu,akan tetapi ke-kakuan-ku terlalu kuat mengukungku hingga aku tak memiliki ruang gerak se-inchi sekalipun.

Takdirku adalah dilahirkan sebagai perempuan dengan fisik yang lengkap,takdir yang tak kuasa ku ubah.Aku membenci laki-laki namun sekaligus aku merasakan kenyamanan di dekat mereka,walaupun aku tak pernah dirasa hadir diantara mereka,tidak sekalipun.

Waktu itu aku kelas 1 smu,awal-awal memulai dunia smu selepasku dari smp,dimana ada suatu pengalaman batin yang tak mungkin kulupakan hingga sekarang.Semua murid diwajibkan untuk mengikuti exstrakurikuler pramuka yang amat sangat membosankan dan tak berguna bagiku tapi sekali lagi memaksaku untuk harus tetap mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan.

Sesaat keenggananku tergoyahkan,adalah perasaan lain saat aku memandang sosoknya,sekejab mampu membuatku merasakan eforia kebahagiaan sekaligus kepedihan.Sosoknya mampu membuatku merasakan hidup tanpa perlu aku mengenalnya bahkan sekedar mengetahui namanya.Aku begitu menyukai memandang sosoknya saat bermandikan cahaya matahari sore,dengan seragam pramuka dan topi baret cokelatnya.Sebutlah aku naif yang cukup bahagia hanya dengan memandang sosoknya.Seiringnya hari-hari aku berextrakulikuler pramuka berlalu, tertanamlah kebencian dalam diriku yang mengalahkan panggilan nuraniku.


Aku muak melihat segala ke-lelakian pada mereka,semuaknya aku pada bapakku yang kuanggap sebagai awal sumber kehancuran batinku hingga saat ini.Aku memandang sosok Bapakku sebagai seorang laki-laki dengan segala ke-Aku-annya,dengan segala kekerasan hati dan keegoisan akut dan dengan segala keangkuhannya.Dia hanya sosok seorang lelaki yang meneteskan benihnya kedalam rahim seorang perempuan lemah hati hingga terlahirlah aku.Terlahirnya aku hanyalah sebagai pelampiasan kekecewaan perempuan itu terhadap lelakinya, semakin tumbuh aku sebagai manusia utuh dan semakin miripnya wajahku dengan lelaki itu dari tahun ke tahun membuat galuh mihardjo ,perempuan itu semakin "kejam" padaku.


"Jangan bengong kalian!!!!",teriak senior sok gagah itu kencang ditelingaku.
Sekilas kulirik perempuan di sebelahku yang semerta merta makin menunduk dan terpaku.
Kupandang mata senior itu sepersekian detik,dengan sorot mata penuh kebencian.Sorot sekejab yang tak disadarinya karena semabari berlalu dariku dia berteriak "Kalian pikir kalian siapa!!!saya mau lihat sampai dimana ketangguhan kalian berdiri disini sampai saya mengatakan apa hukuman untuk kalian!!!".
Mendadak perasaan itu timbul lagi,perasaan yang sudah kukubur rapat-rapat walaupun sesekali berontak ingin keluar.Intuisiku bergerak liar mencari dari mana sensasi ini timbul, dan oleh apa.Jelas bukan karena aku berdiri di sini,mungkin saja oleh perempuan yang sedari tadi terdiam di sebelahku yang belum sempat pula ku lontarkan jawaban atas pertanyaan tololnya.Entah ada angin apa,disaat genting seperti ini aku merasakan sebuah tatapan yang cukup menusuk firasatku sehingga membuatku mendonggakkan kepala dalam sekejab,dan tertangkaplah oleh ekor mataku yang berusaha konsentrasi melawan terik matahari yang mulai meninggi.Disana,diatas sana,sosok samar-samar tertutup cahaya yang menyilaukan sehingga tak dapat kutangkap jelas raut wajahnya.Dalam hitungan kurang dari 2 detik timbul lagi degup jantungku yang makin cepat seiring dengan sengatan listrik kecil menjalar dari ujung jari kakiku hingga ke kepalaku.Rasa aneh dan jenggah menyelubungiku,hampir mirip dengan yang pernah kurasakan waktu lalu masa-masa akil balikku dulu.Mirip sekaligus asing.Tidak!!aku tak ingin terlarut lagi,semoga tekadku mampu mengalahkan naluriku.

Rabu, 15 Juli 2009

Kata 12

Ia memakai kacamata berframe hitam, ia selalu memakai kaos di balut kemeja lengan panjang dengan kancing yg terbuka, celana bahan, sepatu converse dan selalu membawa tas ransel berisi beberapa catatan, diary, peta, air minum, rokok, discman, plus kamera Holga cfn120 kesayangannya.

Ini tahun ke ke-tiganya di kota ini, tahun dimana dia mulai merasa mulai nyaman dengan kultur budaya masyarakat disini, sangat berwarna dan yang terpenting baginya kota ini jauh dari masa lalunya.

Adalah bernama Tombak, Tombak Dewa. Ya, dia selalu ditanya tiap kali menyebutkan nama itu di depan orang sampai ia bosan menjelaskannnya. Dia pun sejujurnya tidak pernah mendapat penjelasan resmi dari orang tuanya tentang arti nama ini. Selama ini ia selalu mengarang dan semua orang percaya… “toh mereka hanya basa basi, buat apa aku mencari tau, apa arti tombak dan dewa mereka tidak tau?? “ gumam Tombak.

Aku adalah seorang pemuda dari bandung yang bercita-cita ingin masuk UGM saat sma dulu, anehnya aku terobsesi karena menonton film “cinta di kamus biru” nya Roy marten. ..hahaha.. sepele sekali. Tapi nasib berkata lain, aku masuk kekampus ini dua tahun lalu dengan nilai sangat pas-pasan. Sepertinya jiwa studiku tidak disini, ini terbukti dengan nilai IPku yang selalu di bawah 2. Aku selalu sibuk dengan kegiatan fotografiku, aku malah lebih bangga di kenal sebagai “Tombak anak foto” ketimbang “tombak anak Fisip”.


****

Hari ini Kuberada di selasar sebuah bangunan masive tak berkarakter sambil mengamati kerumunan badut-badut tolol yang menunduk ketakutan di bawah sana. Keperluanku kesini melihat jadwal studiku di papan pengumuman di lantai 2, melihat kertas-kertas duplikasi berstempel yang penuh dengan susunan para pengajar lengkap dengan jam dan ruang kelasnya. Aku selalu kawatir dengan pembagian ruangan kuliahku, karena aku selalu cemas bila medapat kelas pagi di gedung sisi timur. simple sih alasanku, aku tidak menyukai warna cahaya pagi karena menurutku warna mentari di pagi hari terlau kuning dan membuat mataku sakit, seperti pagi ini.

Dari sini tak jelas betul wajah-wajah pesakitan para junior yang sedang mengiba meminta kemurahan hati para senior…., “pecundang – pecundang itu masih saja membuat tradisi seperti ini” bicaraku dalam hati. Sambil berjalan terus mengarah ke bawah aku penasaran dengan sebaris anak-anak paling depan, anak-anak yang berseragam beda dan terlihat paling bersalah diantara mereka. Aku berhenti sejenak di bordes antara lantai 1 dan 2, lalu membuka tasku dan mengeluarkan kameraku, kubidik lewat view vander kulihat wajah-wajah bermimik sekarat seperti meminta bantuan Tuhan untuk membumi hanguskan dunia di pagi ini. Namun ada 1 sosok wanita yang terlihat bermimik biasa-biasa saja mencuri perhatianku…

Ketika lidah tak lagi mampu mengecap,

Ketika mata tak mampu lagi melihat,

Ketika hidung tak mampuh lagi mengendus,

dan ketika raba tidak lagi terasa,

Aku terdiam.

tubuh dan ruh ku sedang saling bertarung untuk mendapatkan entah,

tubuhku bisa ku redam, tetapi ruh ku terlau liar untuk melewatkan hal ini,

naluri atau insting,,, entahlah,, tapi yang jelas jari telunjukku secara otomatis menekan tombol shutter….

“Klick!!!”

09:18 , di awal september di tahun ketigaku


Sabtu, 11 Juli 2009

ajiek bersiap utk nikah...

aji mau nikah bulan november 2009....kita doakan smoga lancar dan baik2 saja. Amin..

Kata 11

[Sekar]

Aku hanya tinggal bersama Ibu. Setelah Ayahku meninggal saat aku berusia empat tahun dan abangku Evan hilang entah dimana.
Margareth Karsten 55 tahun, seorang wanita tangguh bagiku. Belanda tulen. Separuh lebih hidupnya dihabiskan di Indonesia, sangat fasih berbahasa Indonesia. Sepotong nostalgia yang sering diceritakannya berulang-ulang adalah saat ia tidak mau balik ke Belanda, padahal Ibu hanya merencanakan tiga minggu untuk berlibur di Indonesia. Ia terdampar di Yogyakarta. Ingin mahir berbahasa Indonesia malah akhirnya jatuh dipelukan seorang mahasiswa Gajah Mada jurusan Sastra Indonesia, perantau dari Medan. Johan Sianipar.

Aku lebih suka memanggilnya Ibu dari pada khas Eropa.. Mommy, rasanya lebih pas di lidahku. Aku sering berfantasi bahwa Ibuku adalah seorang spionase, atau seorang agen rahasia yang bekerja untuk masalah-masalah aneh dan tak terpecahkan layaknya Dana Scully (wajahnya memang mirip, hanya Ibuku jauh lebih tua). Kukatakan padanya seharusnya dia bekerja untuk POLRI. Dulu Ibu hanya tersenyum dan mengatakan aku terlalu banyak nonton film X-Files. Tapi, kini dia tidak mau aku menyebut-nyebut polisi atau tentara. Sejak abangku hilang........aku dan Ibu antipati terhadap mereka.

”Anak manis,” begitu ibu selalu memanggilku. ”Kita boleh benci orang-orang di negeri ini, presiden sekalipun. Tapi jangan pernah kau benci tanah tumpah darahmu ini!”

Ibuku walau bukan pribumi, dia terlalu cinta bangsa ini. Waktunya disibukkan mengumpulkan info tentang Indonesia baik dengan mengkliping artikel di majalah atau koran, bahkan setiap bulan ada saja buku baru tentang Indonesia yang dibeli (budaya dan sastra yang paling digemari). Sejak aku masih SD, hampir setiap malam ia bercerita dan mengajakku berdiskusi tentang segala hal khususnya peristiwa-peristiwa yang lagi menjadi headline di surat kabar. Aku kagum padanya. Dia sepertinya tahu segala sesuatunya. Satu hal yang tak pernah aku lupa, dua bulan sebelum Soeharto lengser Ibu sempat berteka-teki.
“Anak manis, ayo tebak seandainya Soeharto tidak mampu menyelesaikan masa jabatannya dikarenakan apa?”
“Ya pasti karena mati,” jawabku apa adanya.
Ibu seolah menahan diri dan mencoba bicara, suaranya keluar teramat pelan tapi aku masih bisa mendengarkannya, “Dia akan jatuh persis seperti pendahulunya.”

Kalau mengingat pembicaraan malam itu, kami berdua akan meneteskan air mata…….tak pernah menyangka Evan memutuskan pergi ke Jakarta bersama beberapa temannya dan akhirnya lenyap tanpa jejak. Ibu sudah melarang keras, “Jangan ikut demonstrasi. Keadaan di Jakarta akan sangat liar!”

Abangku terlalu keras kepala untuk mendengar perkataan Ibu. Jalinan darahnya terlalu kental mengalir darah Johan Sianipar. Hari demi hari kami berdua menunggu kabar, gelisah tak menentu. Ibu sampai bolak-balik Poltabes Yogya untuk melaporkan dan menanyakan kabar hilangnya Evan Sianipar.

Mengenai Ibuku, teman-temanku tak pernah percaya kalau ia adalah Ibu kandungku.

” Kar...benar itu ibumu?” atau ”Kok bisa sih ibumu bule?” atau yang lebih parah, ”Kamu dipungut di panti asuhan mana?”
Aku tidak bisa menyalahkan teman-temanku, wajahku teramat Indonesia hampir tidak terlihat adanya tanda-tanda aku adalah hasil perkawinan Batak dan Belanda. Apalagi namaku Sekar, kesannya aku orang Jawa yang dipungut di keluarga ini (adakah orang Batak bernama Sekar?).

”Tapi mataku kan biru,” kataku. Mataku senjata andal untuk mengelak sindiran aku anak pungut. Memang bila sekilas saja, mataku yang biru tak akan terlihat dominan dibanding ciri fisik yang lainnya. Tinggiku sama dengan teman-teman sebayaku, rambut hitam, hidung tidak terlalu mancung, kulit putih (rata-rata kulit gadis kota jaman sekarang). Aku lebih banyak mirip bapakku.

Waktu yang telah menempatkan Margareth Karsten menjadi kuat dan aku siap menyusul. Ibu sangat bekerja keras menghidupi aku, sekeras menghancurkan batu karang. Aku bisa melihatnya! Tak pernah lekang waktu dan keringatnya tercurah untuk aku yang masih saja menyusahkannya.

Meski kini sering aku tinggalkan dengan kesibukan, ia tetap melayani dengan ikhlas setiap kebutuhanku. Ia tak pernah berfikir bahwa ia akan merasa sepi ditinggalkan seluruh keluarga (walau kenyataannya Ibu telah ditinggal selamanya suami dan anak lelakinya).

Jumat, 10 Juli 2009

Kata 10

Beberapa saat kemudian, siluet seorang perempuan masuk ke dalam kamar. Begitu dekat dengan Erika. Bibirnya menyentuh kening anak perempuannya. Air mata Si Ibu selalu membasahi kening anaknya. Selalu berulang tiap malam bertahun-tahun, saat Erika terlelap. Erika tak pernah tahu, tak satu pun malam yang putus.

Ibunya merasa Erika tak memberi ruang atas perhatian dan kasih sayangnya. Sehabis dari kamar Erika, catatan terakhir di setiap malam di otak ibunya adalah malam yang sepi. Menyepi dan membayangkan berapa banyak malam dan air mata yang kelabu masih harus menyertainya dengan penuh kegelisahan dan lara. Seorang ibu yang sabar menunggu di sisi yang tak berujung.

Kehancuran ini dimulai saat Erika berusia tujuh tahun. Saat Galuh Mihardjo mengandung anak keduanya, mengalami trauma karena rasa sakit saat melahirkan Erika. Galuh Mihardjo berencana untuk cerai dengan suami pasca melahirkan, ia merasa tidak sanggup untuk mengalami lagi hamil dan melahirkan serta merawat anak-anaknya. Pernikahannya dengan Mihardjo sebenarnya lancar-lancar saja, Mihardjo laki-laki yang sangat baik, hanya saja Galuh merasa tidak sanggup untuk hamil lagi. Dia takut akan menjadi miskin dengan banyak anak, terlebih ia tidak mau bentuk tubuhnya berubah. Mihardjo masih ingin dua atau tiga lagi, anak dari rahimnya.

Galuh Mihardjo juga merasa tidak akan mampu merawat anak-anak dengan baik jika memiliki anak banyak. Erika jadi sering kena sasaran kemarahan, tak jarang pukulan saat Ibunya kelelahan mengurusi keluarga dan janin yang masih dalam kandungan. Bekas yang hingga kini tak ingin dihapus Erika!

Kamis, 02 Juli 2009

kata 09

kriiiiiiiingggg..jerit waker kejamku membangunkanku secara tiba-tiba "sial,musti bangunkah??!!malas,malas,malas!!!!harus kuulang lagikah hariku yang menyesakkan??!",batinku sembari menarik selimut lebih rapat lagi.Suara sapu lidi menyusuri tanah membersihkan sisa-sisa sampah semalam yang jatuh dari guguran daun sayup-sayup terdengar, suara air yang mulai mendidih dari panci, suara teriakan tetangga yang marah-marah gara-gara membangunkan anaknya yang tak jua mau beranjak dari peraduannya.Benar-benar hari yang terasa sama dan awalan yang selalu jadi rutinitas hari-hariku selama beberapa tahun ini.Dengan sigap ku singkap selimutku dan bergegas menuju kamar mandi untuk mempersiapkan dan menyegarkan badanku,hari ini aku musti berangkat pagi-pagi kalo nggak ingin kena semprot panitia inisiasi yang belum-belum sudah menyurutkan minatku untuk menjalani sisa hari ini."Sudah bangun nak?sarapan dulu,jangan lupa susunya dihabiskan ya,kemaren ibu sudah buang susu yang tidak sempat kamu minum",kata Ibuku.
"tidak sempat?!?aku memang benci susu,aku bukan anak kecil yang butuh susu sebagai nutrisi dalam masa pertumbuhan,aku benci sarapan, terlalu bertele-tele dan memberikan ruang waktu yang memaksa satu sama lain harus saling berbasa basi karena akan aneh sekali jika semuanya dilakukan dalam keheningan yang canggung?!?",batinku yang tak kukeluarkan kepada wanita separoh baya yang selalu bersemangat itu.
kulakukan semuanya tetap dalam keheningan ,aku mendengar percakapan ibu dan bapakku dimeja makan,tapi aku tak paham dengan apa yang mereka bicarakan.
Kulaju kendaraanku menuju kampus,terkadang aku menyukai suasana ini, suasana pagi yang dingin dan segar dengan lalu lalang orang-orang yang terlihat sibuk dan terburu-buru,dengan aktivitas penyapu jalanan yang masih dengan telaten dan stabil dalam menunaikan tugasnya,tatapan-tatapan kosong,tatapan-tatapan penuh ambisi,semua seakan-akan terjadi secara sistematis dan statis.Terkadang manusia tidak pernah sempat mengamati dan menikmati setiap jengkal jalan yang dilalui dan apa yang orang-orang lakukan disana,manusia-manuisa egois takkan peduli dengan hal itu yang mereka tau adalah mereka harus bergegas untuk memenuhi sistem dan mematuhi peraturan,mereka hanya tak mau bertanggung jawab dengan kesalahan yang akan dikenai sangsi jika mereka melanggar peraturan itu.Kurasa cukup sampai disini pikiranku!aku tak ingin semua itu menggangguku,toh mereka juga tak pernah mengusikku,malas sekali jika harus kuawali hari ini dengan menghakimi.
Sepertinya ada yang salah dengan hari ini,kenapa semua anak memakai kemeja putih?!?!bukankkah hari ini seharusnya memakai kemeja hitam sebagai kesepakatan panitia yang diumumkan sebelum kepulangan kami.Celaka!aku atau mereka yang salah?semoga bukan aku,bisa mati kutu aku jika harus dijemur didepan dihadapan ratusan mata yang memandang iba atau menertawakan,belum lagi pandangan sinis yang menganggap orang-orang yang didepan adah para trouble maker pencari sensasi dan labil akan jati diri,buat gagah-gagahan.Aku jelas bukan bagian dari itu.
"yang tidak memakai kemeja putih silahkan bergabung dengan saya didepan!!!"teriak salah satu panitia.
"shit!it happend!!",pikirku
kulangkahkan kaki dengan enggan ke depan,tapi aku bukan pengecut bukan pula penantang,aku bukan penganut paham "tunduk setunduk-tunduknya pada peraturan" aku hanya tak ingin cari gara-gara,tidak ditempat yang ku"takuti" ini,aku hanya pelanggar peraturan yang sedang sial namun berani mempertanggung jawabkan konsekuensi dari melanggar peraturan ini.
"Kalian lihat mereka-mereka yang di depan ini!!mau jadi apa bangsa ini jika masih ada cecurut-cecurut yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku dikampus ini!",teriak si panitia yang sok hebat dan arogan itu.
Akan kuingat kata-kata ini dan kelak akan kutumpahkan kembali semua kata-katanya persis ke mukanya.tidak ada hubungannya dengan kehancuran bangsa dengan hal ini kurasa,mungkin ada sedikit tapi tak berpengaruh banyak .
"Kamu juga salah pakai kemeja ya?",bisik perempuan disampingku.
Aku ingin melihat kearahnya dan menjawab pertanyaan yang bodoh itu, pertanyaan yang sudah jelas jawabannya tapi masih pula ditanyakan.Suara itu seperti kukenal.aku tak bergeming tidak pula menjawab maupun menengok,berharap dia mengabaikanku karena aku mulai merasa malu pada diriku sendiri yang begitu canggung.Kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang?!?hei,apa yang kurasakan ini,kenapa tiba-tiba aku merasa seperti bersemangat sekaligus enggan?senang sekaligus takut?perasaan asing yang tak kupahami dari mana asal muasalnya.