Sabtu, 11 Juli 2009

Kata 11

[Sekar]

Aku hanya tinggal bersama Ibu. Setelah Ayahku meninggal saat aku berusia empat tahun dan abangku Evan hilang entah dimana.
Margareth Karsten 55 tahun, seorang wanita tangguh bagiku. Belanda tulen. Separuh lebih hidupnya dihabiskan di Indonesia, sangat fasih berbahasa Indonesia. Sepotong nostalgia yang sering diceritakannya berulang-ulang adalah saat ia tidak mau balik ke Belanda, padahal Ibu hanya merencanakan tiga minggu untuk berlibur di Indonesia. Ia terdampar di Yogyakarta. Ingin mahir berbahasa Indonesia malah akhirnya jatuh dipelukan seorang mahasiswa Gajah Mada jurusan Sastra Indonesia, perantau dari Medan. Johan Sianipar.

Aku lebih suka memanggilnya Ibu dari pada khas Eropa.. Mommy, rasanya lebih pas di lidahku. Aku sering berfantasi bahwa Ibuku adalah seorang spionase, atau seorang agen rahasia yang bekerja untuk masalah-masalah aneh dan tak terpecahkan layaknya Dana Scully (wajahnya memang mirip, hanya Ibuku jauh lebih tua). Kukatakan padanya seharusnya dia bekerja untuk POLRI. Dulu Ibu hanya tersenyum dan mengatakan aku terlalu banyak nonton film X-Files. Tapi, kini dia tidak mau aku menyebut-nyebut polisi atau tentara. Sejak abangku hilang........aku dan Ibu antipati terhadap mereka.

”Anak manis,” begitu ibu selalu memanggilku. ”Kita boleh benci orang-orang di negeri ini, presiden sekalipun. Tapi jangan pernah kau benci tanah tumpah darahmu ini!”

Ibuku walau bukan pribumi, dia terlalu cinta bangsa ini. Waktunya disibukkan mengumpulkan info tentang Indonesia baik dengan mengkliping artikel di majalah atau koran, bahkan setiap bulan ada saja buku baru tentang Indonesia yang dibeli (budaya dan sastra yang paling digemari). Sejak aku masih SD, hampir setiap malam ia bercerita dan mengajakku berdiskusi tentang segala hal khususnya peristiwa-peristiwa yang lagi menjadi headline di surat kabar. Aku kagum padanya. Dia sepertinya tahu segala sesuatunya. Satu hal yang tak pernah aku lupa, dua bulan sebelum Soeharto lengser Ibu sempat berteka-teki.
“Anak manis, ayo tebak seandainya Soeharto tidak mampu menyelesaikan masa jabatannya dikarenakan apa?”
“Ya pasti karena mati,” jawabku apa adanya.
Ibu seolah menahan diri dan mencoba bicara, suaranya keluar teramat pelan tapi aku masih bisa mendengarkannya, “Dia akan jatuh persis seperti pendahulunya.”

Kalau mengingat pembicaraan malam itu, kami berdua akan meneteskan air mata…….tak pernah menyangka Evan memutuskan pergi ke Jakarta bersama beberapa temannya dan akhirnya lenyap tanpa jejak. Ibu sudah melarang keras, “Jangan ikut demonstrasi. Keadaan di Jakarta akan sangat liar!”

Abangku terlalu keras kepala untuk mendengar perkataan Ibu. Jalinan darahnya terlalu kental mengalir darah Johan Sianipar. Hari demi hari kami berdua menunggu kabar, gelisah tak menentu. Ibu sampai bolak-balik Poltabes Yogya untuk melaporkan dan menanyakan kabar hilangnya Evan Sianipar.

Mengenai Ibuku, teman-temanku tak pernah percaya kalau ia adalah Ibu kandungku.

” Kar...benar itu ibumu?” atau ”Kok bisa sih ibumu bule?” atau yang lebih parah, ”Kamu dipungut di panti asuhan mana?”
Aku tidak bisa menyalahkan teman-temanku, wajahku teramat Indonesia hampir tidak terlihat adanya tanda-tanda aku adalah hasil perkawinan Batak dan Belanda. Apalagi namaku Sekar, kesannya aku orang Jawa yang dipungut di keluarga ini (adakah orang Batak bernama Sekar?).

”Tapi mataku kan biru,” kataku. Mataku senjata andal untuk mengelak sindiran aku anak pungut. Memang bila sekilas saja, mataku yang biru tak akan terlihat dominan dibanding ciri fisik yang lainnya. Tinggiku sama dengan teman-teman sebayaku, rambut hitam, hidung tidak terlalu mancung, kulit putih (rata-rata kulit gadis kota jaman sekarang). Aku lebih banyak mirip bapakku.

Waktu yang telah menempatkan Margareth Karsten menjadi kuat dan aku siap menyusul. Ibu sangat bekerja keras menghidupi aku, sekeras menghancurkan batu karang. Aku bisa melihatnya! Tak pernah lekang waktu dan keringatnya tercurah untuk aku yang masih saja menyusahkannya.

Meski kini sering aku tinggalkan dengan kesibukan, ia tetap melayani dengan ikhlas setiap kebutuhanku. Ia tak pernah berfikir bahwa ia akan merasa sepi ditinggalkan seluruh keluarga (walau kenyataannya Ibu telah ditinggal selamanya suami dan anak lelakinya).

1 komentar:

  1. untuk kata 10 dan 11.. urutannya setelah kata 08 dan sebelum kata 09. lebih jelasnya silahkan download di milis sepultouris... thx..ayo trus brkarya..

    BalasHapus