Grekkk, ku buka pintu garasiku yang sudah cukup berkarat dan soak, cukup susah menarik dan menutup seng tua sialan yang terkadang menimbulkan iba di hatiku, aku membayangkan di sela-sela tarikan kuat yang kami sekeluarga lakukan padanya tiap pagi dan malam, setiap gedoran dan tendangan yang kami layangkan padanya, suara yang ditimbulkannya dengan berisik seakan-akan adalah teriakan rintihan kesakitannya yang bukan main berjuang dengan raganya yang rapuh untuk senantiasa melayani emosi kami sekeluarga, mengabdi dengan mempertahankan dirinya untuk tetap berguna bagi kami, untuk tidak dibuang yang akhirnya hanya akan menjadi seonggok seng tua berkarat yang tidak berguna. Konyol?tidak!aku memiliki keyakinan bahwa benda mati itu "bernyawa" juga seperti aku, bahkan kadang aku berpikir, mahluk hidup yang ada di bumi ini terutama manusia terkadang ada sebagian yang justru mati jiwanya, mati perasaan dan nuraninya, bisa dibilang mahluk hidup tapi tak "bernyawa". Tidak perlu kucontohkan seperti apa dan bagaimana ciri-ciri mereka, karena kurasa itu bukan urusanku.
"baru pulang nak?", suara ibuku terdengar dari dapur saat aku hendak melangkah ke kamarku. "..hmm!", sahutku malas-malasan. Ibuku, yang menyayangiku sedemikian rupa dengan caranya sendiri tapi terkadang membuatku merasa dia membenciku amat sangat sehingga dia mendera ku sepanjang hariku dengan caranya menyayangiku. Aneh, tapi itulah yang kurasakan, bahkan terkadang aku berpikir jangan-jangan aku anak pungut, jangan-jangan aku bukan anak kandungnya, walaupun jelas semua itu akan terbantah jika melihat kenyataan betapa miripnya wajah kami!dan aku benci itu.
"makanlah dulu nak, Ibu baru saja masak sup dan perkedel kesukaanmu, kamu pasti laparkan?", kata Ibuku.
"wuah, perkedel dan sup!perpaduan masakan yang sempurna bagiku, apalagi buatan Ibuku tiada duanya", batinku.
"Bentar ah!gak tau orang masih capek apa!", justru kalimat itu yang keluar dari mulutku, padahal aku sudah lapar sekali dan tergoda dengan masakan hari ini.
"Bagaimana tadi di kampus?sudah dapat teman banyak nak?pasti seru sekali ya?",kata Ibuku masih dari dapur seakan seperti berbicara sendiri dan mengabaikan bahwa aku sudah bilang bahwa aku capek.
Aku diam saja, aku malas berbincang-bincang dengan beliau, aku bosan dengan nasehat-nasehat halus darinya yang harus kuakui bahwa semua nasehatnya benar dan masuk akal, aku enggan mengakui bahwa beliau sangat bijaksana dalam menyikapi hidup ini.
Ku banting tasku dan kurebahkan tubuhku di kasurku tercinta, kunyalakan winamp ku, kuteriakkan lagu-lagu yang sedang kuputar mengikuti nada yang keluar dari speakerku. Perlahan tapi pasti aku mulai tenggelam dalam kesunyian dan kesendirian hingga tak sadar ku terlelap.