Kutepuk pundaknya selembut mungkin. Aku baru saja menyebut namaku sendiri pada sosok di sebelahku..Sekar..begitu namaku dipanggil. Aku tersentak (lebih keras tidak seperti biasa, jantungku) karena bunyi alarm naluriku, pikiranku pun mencoba mencari…...mengapa? karena satu orang dari ratusan orang yang belum kukenal inikah?.....ahh, semalam aku kurang tidur, terlalu gugup saja masuk dunia yang baru ini, aku yakin itu.
Rasanya sudah bertahun-tahun di dalam darahku, ada api kebencian akan segala hal yang berbau militer, tentara!! Kakekku dibantai karena dituduh komunis, kakakku sampai kini hilang saat demonstrasi 1998. Langsung atau tidak, bagiku ijo loreng ikut bertanggung jawab! Hanya sebuah botol, buat hatiku kembali mendidih. ”Uuhhh...dia dingin, aku panas!!” teriakku dalam hati.
Salah satunya senyum menyiratkan penerimaan dan biarkan orang lain tahu bahwa Anda tulus menerima dia apa adanya. Pernahkan anda berpikir mengapa anjing begitu disayang? Karena binatang itu menyambut kita dengan penuh penerimaan. Andai anda memiliki ekor, kibaskanlah. Tetapi, karena Anda tidak memilikinya, maka tersenyumlah...
(David J. Lieberman, Ph.D.)
Tapi...malah akhirnya aku terjebak dalam suaraku yang terlalu kritis. Maaf kawan.......
*******
Dalam keramaian auditorium, aku dan Sekar menghancurkan kekakuan. Seolah aku melihat dia berusaha untuk tidak gagal, untuk dapat dianggap temanku.....tapi tidak semudah itu. Maka aku melemparkan testcase.
”Ada apa memangnya?” tanya Sekar sambil matanya tidak lepas dari botol minum yang kupegang.
”Ga tau juga, hanya terasa bebas saja kalo aku gak patuh.”
”Wah...lari dari kenyataan tuh..!”
”Hanya aku yang tahu,” ucapku pelan.
”Kok..? ga tau dan hanya saja yang bisa kau jelaskan, payah!”
”Bussyyyeett dah....”
”Gak marah lo..? pasti kamu introvert....!!”
[dilanjut kata o3 dan 04].......
Mezzovert...istilah yang kudapat begitu saja.
”Tidak penting...istilahmu itu, aku ingin penjelasan kenapa tingkah anehmu?” katanya sedikit menuntut.
”Apa pun aku....” tegasku...kuteguk minum sekali lagi...”Tidak akan pernah menyerah untuk jadi diriku sendiri!”
Aku hanya melihat senyumnya yang seperti menyesal. Hari di kampus itu berakhir saat perut lapar dan kepala mulai gegar. Sebelum berpisah kami berjabat tangan.
”Aku Erika...Raka atau Riki juga boleh.”
*******
*******
hehehhehe...beberapa alur kuubah susunannya. entar aku taroh di file milis.... akhirnya stelah bingung, aku berpikir bahwa tokoh Erika biar kita sepakati untuk kita rahasiakan dulu "alat vitalnya"...(masukan edo)...heheheh tp gpapa namanya biar saja Erika.. jadi bbrapa post trdahulu yg sdikit mnjurus pada pnjelasan jnis kelamin si erika sudah kuilangkan.
BalasHapusoh iya...masukan saja..biar klop. setiap menceritakan seorang tokoh..kita tetap memakai sudut pandang orang pertama (aku).
si aku tu siapa??erika atau sekar??atau tokoh2 lain yg akan bermunculan nanti sebagai si pencerita bab tersebut??
BalasHapus-imaginary-